SAVE SHARK


SAVE SHARK
Kementrian Kelautan Perikanan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor. 12/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas. Ditandatangani per tanggal 29 Juni 2012.
Peraturan Menteri ini memberikan harapan baru untuk kegiatan kampanye #savesharks yang ada di Indonesia. Amat penting bagi konsumen Indonesia untuk menyadari keberadaan populasi hiu yang semakin menurun dan terancam. Indonesia tercatat sebagai negara yang memberikan kontribusi terbesar dalam perdagangan sirip hiu dibanding negara lain di dunia, kondisi ini diperburuk dengan maraknya hidangan daging hiu di kota-kota besar di Indonesia. Mulai dari steak hiu hingga olahan makanan lainnya. Supermarket-supermarket dan restoran pun malah semakin getol menjual baby sharks dalam salah satu menu dagangannya.

Penerbitan Peraturan Menteri Kelautan ini menyebutkan dalam pasal 39 :
" Setiap kapal penangkap ikan yang melakukan penangkapan ikan di laut yang memperoleh hasil tangkapan sampingan ( bycatch) yang secara ekologis terkait ( ecologically related species) perikanan tuna berupa hiu, burung laut, penyu laut, mamaliat laut termasuk paus, dan hiu monyet wajib melakukan tindakan konservasi."

Pasal 40 :
(1) Hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang secara ekologis terkait dengan (ecologically related species) perikanan tuna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 berupa hiu dengan ketentuan :
a. bukan hiu juvenile dan hiu dalam kondisi hamil; dan
b. harus didaratkan secara utuh.

Pasal 43
(1) Hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang terkait secara ekologis (ecologically related species) perikanan tuna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 berupa hiu monyet (tresher sharks) dengan ketentuan harus dilepaskan dalam keadaan hidup.
(3) Setiap kapal penangkap ikan yang menangkap, memindahkan, mendaratkan, menyimpan dan atau menjual hiu monyet (tresher sharks) dari semua famili Alopiidae baik utuh maupun bagiannya dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).

Berdasarkan ketentuan di atas, sudah sewajarnya restoran-restoran dan supermarket yang masih menjual produk hiu, terutama hiu juvenille atau hiu belum dewasa beserta olahannya MENGHENTIKAN penjualannya. Tidak hanya karena adanya landasan hukum, populasi hiu yang menurun juga telah terbukti menyebabkan terganggunya rantai makanan di lautan, yang ini berarti ketersedian hidangan laut di meja kita.

Para Nelayan berlomba-lomba menangkap hiu karena ADA DEMAND yang akibatnya beberapa jenis hiu yang statusnya terancam meningkat drastis. Pada 2010 terdapat 180 species hiu yang berstatus terancam dibandingkan dengan tahun 1996 yang hanya 15 species. Beberapa jenis hiu pelagis yang berstatus terancam antara lain: Great white shark, Blue shark, Longfin mako, Shortfin mako, Basking shark, Whale shark, Tiger shark, dan Thresher shark. Hampir semua spesies tersebut dapat kita jumpai di Indonesia.

Penangkapan hiu secara berlebihan dapat menjadi masalah karena sebagian besar hiu tidak bereproduksi dengan cepat seperti ikan lainnya, yang berarti sangat rentan terhadap eksploitasi besar-besaran. Sebagai contoh pada hiu-hiu pelagis tingkat reproduksinya hanya 2-3 keturunan saja setiap tahun. Dan sangat lambat untuk mencapai usia matang, sekitar 10 tahun atau lebih.

Hilangnya hiu sebagai predator utama dapat mempengaruhi populasi, distribusi dan tingkah laku hewan-hewan lainnya di ekosistem lautan. Sebagai contoh terdapat penelitian yang menyatakan bahwa pola distribusi beberapa ikan ekonomis seperti tuna, kerapu dan kakap dipengaruhi oleh keberadaan hiu dalam perairan. Potensi hiu akan lebih berharga bagi kesejahteraan manusia bila dapat kita kelola secara bertanggungjawab. Ambil contoh pada 2011, terdapat kajian yang dilakukan oleh Australian Institute of Marine Science menyatakan bahwa 1 Hiu karang di Palau menghasilkan hampir $2 juta dollar dari ekotourism sepanjang hidupnya. Bandingkan dengan harga jual sirip hiu termahal ukuran jumbo (≥ 30 cm) yang hanya seharga $ 250 dollar/kg.

Dukungan terhadap kampanye ini tak lain dan tak bukan adalah mengajak para pelaku bisnis juga para konsumen Indonesia menjadi LEBIH BIJAK dalam memilih gaya hidupnya. Apakah pantas jika kita masih mempertahankan gaya hidup yang sekedar mengikuti trend yang pada akhirnya justru membahayakan kelangsungan keberadaan hidangan laut yang akan kita santap?

Waktunya laut Indonesia bersuara, waktunya konsumen Indonesia menyadari bahwa suara kita tidak pasif, kita bisa didengar, KITA PUNYA KEKUATAN UNTUK MENGENDALIKAN PASAR , waktunya bangsa Indonesia bijak memilih.

Sebarkan dukunganmu!

Untuk:
layanan_giant@hero.co.id giant@hero.co.id herocustomercare@hero.co.id
Hentikan penjualan bayi hiu di supermarket dan restoran
Salam,
Andri Kuncoro

Comments

Popular Posts

Klasifikasi Batuan Karbonat : Grabau 1904, Folk 1959, Dunham 1962, dan Embry&Klovan 1971

Tipe Gelombang Pecah dan Perhitungannya Menurut Galvin : Spilling, Plunging, Collapsing, Surging

Refraksi dan Difraksi Gelombang di Daerah Perairan : Palung, Tanjung, dan Penghalang Lepas Pantai